Senin, 27 Mei 2024

Commit Something to Memory


Saat senja meninggalkan cakrawala kampus tercinta UIN Satu Tulungagung

 

Oleh: Ratih Faradila 

     Hari rabu merupakan rutinitas yang ada di dalam jadwal saya untuk menghadiri perkuliahan sosiologi hukum. Kali ini memang tidak banyak hal yang saya tulis seperti biasa dibuku pelajaran. Saya hanya mengamati alih-alih menulis materi yang diberikan bapak Prof. Ngainun Naim. Setiap pembahasan yang beliau berikan selalu menarik perhatian saya dalam dunia sosiologi, banyak fakta-fakta menarik yang beliau sampaikan apalagi dengan gaya penceritaan beliau yang sukses membuat seluruh mahasiswa dikelas tiba-tiba terdiam, tertawa, serius, dan bertanya-tanya. Ada saja cerita menyegarkan tentang pengalaman teman maupun pengalaman beliau sendiri, dan gaya khas ini ternyata memiliki hubungan dan bisa disangkut-pautkan dengan materi yang dibahas.
     Setelah selesai menceritakan biasanya muncul pertanyaan dibenak saya tentang bagaimana itu bisa terjadi, kenapa hal ini bisa menjadi seperti itu padahal ada ini dll. Hanya saja dibanding teman-teman yang lain saya memang kurang bisa mengutarakan pertanyaan dengan spontan, saya lebih suka bertanya dengan bantuan tulisan. Pembelajaran ini memang dimulai pukul 08.40, diwarnai dengan presentasi dan tanya jawab teman-teman  lalu disambung dengan penjelasan bapak dosen dan diakhiri dengan doa. Selama 4 hari itu pula saya belajar banyak meskipun ada beberapa materi yang masuk ketelinga kiri lalu keluar di telinga kanan, tapi jujur rupanya masih menyenngkan dibanding hnya diam di rumah tanpa melakukan apa-apa.
     Tapi yang harus kita ingat saat ini bahwa sebuah perjalanan yang panjang dan tiada habisnya adalah belajar. Setiap orang didunia ini bahkan berhak untuk mendapat ilmu dari mana saja, kadang kita bisa belajar dari segala kalangan baik itu dari orang lain maupun pengalaman itu sendiri. Yang selama ini kita pahami sebagai hidup ternyata memiliki arti sebgai hidup itu sendiri. Tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang, semakin dewasa pemahaman kita akan berbeda jika dibanding saat kita masih memegng boneka dan robot-robotan. Dulu bermain dan sekarang belajar lalu semakin hari pemikiran ini akan berkembang lagi tergantung bagaimana lingkungan mempengaruhi kita. 
     Saya sedikit belajar tentang psikologi dan sosiologi di media sosial bagaimana seseorang berperilaku ternyata memiliki alasan dibaliknya. Memang jika belajar di media sosial tidak akan selengkap belajar dengan figur guru yang solid, namun belajar dengan guru yang fana ternyata semenyenangkan itu. Banyak sekali saya jumpai cerita-cerita kehidupan seseorang yang bisa dikatakan "curhat" tentang masalah dihidup mereka. Ternyata dari situ saya paham mengapa berbagai pendapat itu berbeda-beda setiap orang. Dan situasi seperti ini adalah akibat dari bagaimana kita berfikir tentang sesuatu yang kita alami, kita lihat, dan dengar.
     Karena itu anjuran berfikir positif benar juga adanya, ya seperti ini contohnya. Kita bisa melihat dunia dari segala sisi, tidak perlu hanya pada satu sisi. Karena pada dasarnya sudut pandng itu berbeda dari celah mana kita melihat.
    Pada pembelajaran hari itu saya banyak mempelajari hal baru juga seputar materi. Tema materi itu adalah penegakan hukum, sebenarnya pembahasan penegakan hukum mungkin sudah cukup untuk dipahami. Tetapi ternyata hal itu adalah sebuah kesalahan dengan mengangap pembahasannya hanya berputar di satu hal saja. Katanya kita sebagai zoon politicon juga memiliki kedudukan yang sama dimata hukum apalagi jika sudah sama desa, sama daerah bahkan negaranya, tentu nantinya akan diadili sesuai hukum di mana ia berpijak kan?.
     Namun yang saya lihat realitanya justru berbalik, bukan manusia yang mentaati hukum namun hukumlah yang mentaati manusia. Padahal fungsi hukum secara universal adalah untuk mengontrol kehidupan manusianya, dengan adanya undang-undang dan lembaga penegak hukum harusnya sudah cukup untuk memperbaiki keadilan. Saya sangat mengkritisi bagaimana kehidupan hukum dalam masyarakat di negara kita tidak lebih dari sebuah inkonsistensi, dimana mereka yang duduk dikursi uang dan kekuasaan malah jauh lebih unggul dibanding kita yang tidak punya apa-apa.
     Peran aparat penegak hukum juga sangat mempengaruhi, bukan hanya hukum yang perlu diperbaiki tapi sistem dalam sebuah aparat itu juga harus dibersihkan. Memang tidak semua anggota aparat yang terlibat, tapi jika sebagian besar orang itu mudah disuap dan memperalat hukum, saya rasa ini sama saja dengan menganggap hukum kita main-main. Dengan begini kita memang dihadapkan dengan dua pilihan antara menjadi aparat yang hebat dan menang dilapangan atau menjadi aparat yang jujur namun kalah dilapangan.
     Itu tadi adalah sedikit cerita tentang bagaimana saya belajar di kampus UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, bagaimana saya memahami sesuatu yang sudah dijelaskan oleh bapak dosen, dan bagaimana kami semua yang sedikit bertukar pikiran satu sama lain. Setelah perkuliahan berakhir minggu kemarin, mungkin saat itu juga terakhir kalinya kami dan bapak Prof. Ngainun Naim bertemu. Pembahasan seputar apa yang terjadi baru-baru ini juga menghiasi obrolan kami, banyak ilmu yang sudah saya dan teman-teman dapat selama perkuliahan hari ini. Dan semoga suatu hari nanti saya juga dapat menyalurkan ilmu saya kepada orang lain sama seperti beliau. 

Tulungagung, 28 Mei 2024

Minggu, 26 Mei 2024

Resensi Buku "Refeksi Sosiologi Hukum"



Judul Buku : Rafleksi Sosiologi Hukum
Penulis : Dr.Saifullah, S.H.,M.Hum.
Penerbit : PT Refika Aditama, Januari 2007


Oleh : Ratih Faradila 


    Terkadang kita memiliki banyak sekali celah untuk melihat jendela semesta, tapi kita malah melewatkannya begitu saja tanpa melihat lagi kebelakang. Berbagai ilmu yang berjasa dibidang pendidikan bukan hanya sekedar satu dua saja. Namun lebih daripada itu, segala komponen ilmu ternyata dapat menjadi ilmu baru yang digali lebih dalam sampai ke intinya apalagi jika menyangkut manusia dan segala keajegannya.
    Ketika sebuah kata "Sosiologi" terlintas begitu saja dalam sebuah judul buku, orang banyak beranggapan kalau sosiologi hanya membahas kehidupan sosial dalam sebuah lingkup. Namun ternyata sosiologi adalah salah satu pionir dalam mempelajari ilmu-ilmu lain, dan sosiologi adalah monosdisipliner-nya.
    Sebagai seorang yang juga hobi dalam menulis, saya merasa bahwa penulis dari buku ini, Dr. Saifullah adalah orang yang mempermudah pembaca dalam memahami tulisannya. Berbagai bahasa keilmiahan yang tentu jarang diketahui dapat dijelaskan dan saya merasa bahwa buku milik beliau masih cukup mudah untuk diterjemahkan. Hal ini mendiskripsikan bahwa beliau berusaha menjalin benang antar dirinya dengan pembaca, dan saya rasa ini adalah sesuatu yang diinginkan oleh setiap penulis. Selain Refleksi Sosiologi Hukum, beliau juga gencar menerbitkan berbagai karyanya, baik dalam bentuk buku maupun jurnal yang jumlahnya lebih dari 40 karya. Ini memberikan karakter yang ulet pada beliau sebagai seorang akademisi dalam menyebarkan ilmunya. Dan melihat dari jabatan yang sudah pernah beliau ampu, merupakan salah satu hal yang bisa dijadikan bukti kegencaran ilmunya. 
   Jika dilihat dari judul buku ini maka sudah jelas bahwa Refleksi Sosiologi Hukum memang mengkaji tentang bagaimana kita mengevaluasi seputar fenomena sosial hukum yang terjadi di sekitar kita. Buku yang ditulis Dr. Saifullah ini adalah gambaran tentang bagaimana kita melihat dan mengkritisi masalah sosial yang dihubungkan dengan suatu kaidah. Buku ini berusaha memberikan pendekatan baru dalam mempelajari sosiologi hukum dengan solusinya yakni paradigma alternatif. Mengkaji berbagai kasus yang di kemas apik pada sebuah tulisan. Menurut beliau dengan metode ini, dapat memberikan ketajaman berfikir si pembaca contohnya mahasiswa dalam mengkaji berbagai fenomena sosial hukum secara objektif dan memperkuat penganalisisan suatu masalah. Apalagi mengingat bahwa hal ini diperlukan dalam proses penulisan karya ilmiah.

    Pada Bab Pertama I berjudul “Ruang Lingkup Sosiologi Hukum” dijelaskan bahwa ilmu hukum banyak dipandang sebagai sebuah ilmu yang hanya dapat dikaji atau dilihat secara normatif. Dalam hal itu bukan berarti sebuah kesalahan, tetapi lebih mengarah pada kenyataan bahwa segala fenomena sosial yang terjadi baik itu berupa hukum ataupun gejala sosial lain, dapat dilihat dari proses-prosesnya sampai pada evaluasi dengan pemikiran ilmu lain. Artinya akan selalu ada ilmu timbal balik (simbiosis mutualisme) yang sinergis, dimana kita melihat segala konflik dengan banyak sudut pandang. (1-8)

    Tajuk Bab Kedua II bertuliskan “Seputar Sosiologi Hukum di Indonesia”. Pada bab ini penulis memaparkan satu hal yang menarik tentang sosiologi hukum. Dikatakan bahwasanya “sosiologi hukum tidak mengajarkan untuk mengikuti satu pendapat dan tidak tunduk pada satu asas secara membabi buta”. Dijelaskan pula bahwa sejarah perkembangan sosiologi hukum di Indonesia tidak lepas dari peran sosiolog Indonesia seperti Prof. Dr. Soejono soekanto SH., MA., Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH., dan Prof. Soetandyo Wignyosoebroto, MPA. (11-15)

   Bab Ketiga III menunjukkan judul “Sumber Pemikiran Sosiologi Hukum”. Beberapa sumber pemikiran yang dimaksud, dapat dilihat dari fenomena sosial tentang hukum. Penganalisisan kasus dapat melihat faktor ini sebagai batu loncatan untuk memahami gejala sekitar. Selanjutnya peran pendapat tokoh yang dikaitkan dengan fenomena saat ini, menurut penulis sangat berpengaruh terhadap pemikiran seseorang. Secara kritis penulis juga menyatakan bahwa setting sosial yang terjadi saat ini dan yang terjadi di zaman tokoh terdahulu sangat berbeda, maka dari itu dibutuhkan diskusi demokratis yang mengantarkan kita pada sebuah ide perbaikan. (17-23)

   Selanjutnya pada Bab Keempat IV yang bertajuk “Dinamisasi Hukum dalam Realita Sosial” berusaha menjelaskan kepada pembaca tentang bagaimana sebuah realita memainkan perannya dalam hukum. Dalam hal ini hukum kiat melakukan perubahan agar nantinya berjalan selaras dengan kehidupan masyarakat yang pada mulanya asing dan dikenal terlalu tinggi untuk berpijak. Secara tidak langsung penulis memberikan inti dari bab ini, yang mana menunjukkan bahwa hukum adalah pemegang kendali sosial. (25-34)

   Bab Kelima V memiliki tema yang menarik hingga pembahasannya lebih signifikan tentang dogma daripada pembahasan tentang seorang sosiolog berpengaruh pada zamannya. Judul bab ini bertuliskan “Kristalisasi Pemikiran Sosiologi Hukum” yang berisi penggolongan tokoh sesuai dengan paradigma masing-masing. Terdapat 4 point diantaranya yakni Pionir Eropa, Ide Sosiolog Berpengaruh, Teori Sosio Yuridis, dan Teori Kontemporer Hukum dan Masyarakat. (35-62)

   Selanjutnya pada bab terakhir yakni Bab Keenam VI berjudul “Telaah Pisau Analisis Sosiologi Hukum dalam Berbagai Wacana”. Yang menjadi bahasan penulis paling menarik bagi saya ada pada sebauh materi dinyakatakan berupa kontemplasi dari sebuah teori hukum positif dan realitas sosial dimana paradigma positivisme (kedaulatan ditangan pemerintah) memiliki peran dalam setiap proses analisisnya. (63-120)

   Meskipun buku ini jauh ada saat resensi ini saya buat, namun kesan dan ilmu yang penulis sampaikan bisa merengkuh hati pembaca untuk lebih menegdepankan analisis yang mendalam dalam meneliti sebuah kasus yang terjadi dalam masyarakat. Agar nantinya ilmu ini juga bisa saya kembangkan lagi sampai nanti saya sampaikan kepada generasi-generasi selanjutnya tanpa mengubah fakta yang ada.


 Kediri, 26 Mei 2024


Jumat, 08 Maret 2024

Kebebasan Manusia Perlu Kaidah Namun Manusia Perlu Lembaga

Refleksi (Rabu, 28 Februari 2024) 

Oleh: Ratih Faradila 

 

    Banyak orang yang mengatakan bahwa mereka ingin hidup bebas, namun tentu saja hal ini tidak akan berjalan lancar jika kebebasan itu tidak terbatas. Bayangkan jika hidup itu seperti mengayuh sepeda, jika kita melaju kencang sebebas-bebasnya tanpa meraih pengait rem bukankah akan membahayakan diri dan orang lain? apalagi yang kita maksud ini adalah hidup. Justru hal ini lah yang perlu adanya sebuah pembatas dan kendali, manusia seperti kita membutuhkan bayang-bayang keamanan dan keselamatan diri seperti kaidah atau norma. Dalam hal ini pula karena semua individu memiliki kepentingannnya sendiri dan hak untuk melakukan sesuatu yang ia ingini maka dapat dikatakan bahwa, kebebasan kita juga dibatasi oleh hak orang lain. Maka dengan begitu tidak ada yang namanya kebebasan hakiki dimiliki oleh seseorang. Manusia memang sejak dilahirkan sudah bebas namun bebas juga ada batas.
    Minggu lalu di sebuah tempat belajar yang saya sukai yaitu UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, banyak pelajaran berharga yang tak ternilai tentang sosiologi hukum. Tema yang disampaikan bapak dosen kami adalah tentang kaidah dan struktur sosial, namun lebih dari itu banyak sekali pelajaran berharga yang bisa saya petik di dalam ruang belajar ini. Bahwasanya kaidah yang mengatur kita selama ini berasal dari aspek-aspek yang berbeda diantaranya ; 1.) Keimanan atau kepercayaan, sebenarnya hal yang mendasari ini pada setiap orang adalah sama dan setiap individu memiliki terjemahannya sendiri dalam memaknai kata beriman, 2.) Kesusilaan, aspek inilah yang paling dasar menurt saya karena asalnya dari hati nurani seseorang dan jika dipikir-pikir hati adalah salah satu dasar dalam mengambil keputusan baik untuk memutuskan maupun untuk bertindak, 3.) Kesopanan, entah dari mana asalnya namun yang  jelas kesopanan adalah salah satu yang paling penting apalagi jika menyangkut masalah berinteraksi dengan individu lain seperti orang yang lebih tua, karena pada dasarnya setiap orang ingin dihormati, maka hormati dulu orang lain dan pantaskah kita untuk mendapat posisi itu, yang terakhir ada aspek 4.)  Hukum, mungkin istilah hukum sudah biasa dikenal dengan peraturan yang mengatur, namun ternyata saya sadari lebih dalam dari hal itu bahwa hukum adalah superhero-nya, hukum dapat membuat orang tidak berdaya disisi lain juga membuat kita merasa dihormati sebagai manusia. Hukum sangat berjasa untuk kehidupan sosial, jika tidak ada hukum yang bersalah akan senang dan yang menjadi korban akan susah. Hukum memiliki sesuatu dari sisi ketidakberdayaan yang membuat jera pelakunya dan ini diharapkan si pembuat hukum tak terkecuali oleh kita. Dengan menanamkan cita-cita dan harapan kehidupan sosial yang aman dan adil, hukum adalah leader-nya dan meski begitu ternyata ia memiliki kelemahan yang bagi siapapun itu mencoba untuk menodai hukum yang suci. Padahal siapa lagi yang harus kita percaya jika hukum bisa dibalik dengan begitu mudah oleh mereka yang memiliki saku dan kursi yang besar. 
    Selain itu ciri dari kaidah hukum adalah penggambaran yang damai dan seimbang apalagi jika menyanggut sifat lahiriah, hukum secara tidak asing tentu dijalankan oleh mereka yang diakui masyarakat dan bagi siapapun berlaku sanksi tegas tanpa memandang dari mana asalmu, secara tidak langsung hukum sangat mendambakan ketertiban dan ketentraman yang dirindukannya. 
Pada akhirnya sebuah lembaga akan lahir dari bentuk kebutuhan masyarakat itu sendiri, ada lembaga yang dengan sendirinya tumbuh melalui adat istiadat lagipun ada yang dibentuk sendiri. Dan saya tegaskan pula di paragraf sebelumnya bahwa setiap individu memiliki kepentingan. Maka dari itu perlu lembaga yang memenuhi kebutuhan juga berfungsi sebagai pedoman, contoh atau acuan untuk hidup, dan sebagai sebuah kelompok dari mulai cara bersikap hingga cara menghadapi masalah mengenai kebutuhan pokok misalnya. Selain dari pada itu lembaga sosial adalah pengendali dan pegangan masyarakat, ibarat seorang pemandu maka lembaga kemasyarakatan adalah pemberi contoh yang harus sebaik-baiknya menjalankan tugas agar tercipta harapan tumbuh kembang yang baik dan nyata, jika tidak si pemandu akan kehilangan pelanggannya.

    Semoga tulisan saya ini dapat memberi teman-teman nilai yang positif, agar suatu hari mungkin saja dapat mengubah cara pandang kita terhadap lingkungan apalagi tentang kepekaan kita terhadap isu-isu di dalam masyarakat. 


Terima Kasih  

Selasa, 21 Maret 2023

Rukun dan Syarat Pernikahan

Oleh : Ratih Faradila


(Sumber: https://pin.it/1kMX8o5)

Untuk memulai sebuah hubungan yang sah dimata agama dan hukum, maka pernikahan adalah jalannya. Dimana hal ini dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan mengucap ijab dan qabul sebagai bentuk dalam menaati perintah Allah. Pernyataan ini sesuai dengan isi dari Kompilasi Hukum Islam atau KHI pasal 2 tentang pengertian pernikahan : 

"Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan ghalidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah"

A. Rukun Pernikahann

Pernikahan dapat dikatakan sah apabila di lakukan rukun dan syarat pernikahan yang sudah sesuai dengan syariat agama Islam. Beberapa ulama Mazhab memiliki pendapatnya sendiri mengenai rukun pernikahan yakni :

1. Mazhab Hanafiyah

Mengatakan bahwa rukun pernikahan yang harus dilaksanakan adalah Ijab Qabul, sedangkan apabila dalam pelaksanaan akad itu tidak terdapaat wali maka hukum pernikahannya tetap sah. 

2. Mazhab Malikiyah

Meng-kategorikan rukun pernikahan itu ada lima diantaranya : 1.) Ijab Qabul, 2.) Calon Suami, 3.) Calon Istri, 4.) Wali, menurut mazhab Malikiyah pernikahn tidak akan sah tanpa wali dan diwajibkan adanya wali terutama bagi mereka yang bangsawan, 5.) Mahar. 

Menurut Mazhab Malikiyah diwajibkan pula adanya pengumuman pernikhan itu dan apabila tidak diumumkan maka hukumnya adalah haram.

3. Mazhab Syafi'iyah

Dalam mazhab ini Rukun pernikahan ada lima yaitu : 1) Ijab Qabul, 2) Calon Suami, 3) Calon Istri, 4) Dua orang saksi, 5) Wali, menurut mazhab ini setiap pernikahan dilakukan oleh wali. 

Bagi Mazhab ini mahar adalah syarat bukan rukun pernikahan. 

B. Syarat sahnya pernikahan

Mazhab Hanbali mengatakan bahwa suatu pernikahan memiliki empat syarat yang terdiri dari : 

1.) Adanya calon suami dan calon istri

Ada beberapa syarat untuk dapat dikatakan sebagai calon suami dan calon istri yaitu: Adanya identitas yang jelas, Islam, Setuju untuk menikah, Tidak ada laranggan untuk menikah, dan yang terakhir adalah cukupnya usia untuk menikah. Undang-undang yang ada juga mengatakan demikian; 

Undang-Undang Perkawinan Pasal 6 Ayat 2

(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

2.) Kemauan sendiri 

Artinya tidak ada unsur paksaan sama sekali terhadap mempelai, baik dari dalam (hatinya) maupun dari luar (dipaksa orang lain). Apabila diketahui bahwa calon mempelai sedang menangis dan terlihat terpaksa maka ada baiknya di tanyai terlebih dahulu, sudah ada persetujuan dari yang bersangkutan atau belum. Pernyataan ini di beraada pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 16 ayat 1 dan 2 

3.) Wali

Ini berarti bahwa suatu pernikahan tanpa adanya wali tidaklah sah. Dikatakan dalam hadits adalah sebagai berikut:

مْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِل

"Perempuan mana saja yang mennikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal." (HR Ahmad, Abu Daud)

 4.) Saksi

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ

"Tidak sah pernikahan kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi." (HR At-Thabrani) 

Apabila semua Rukun dan Syarat dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ada halangan apapun, maka dapat dikatakan pula bahwa pernikahannya adalah sah. Dan akan lebih baik pula jika pernikahan itu dapat bermanfaat bagi semua orang (kerukunan dan kedamaian kedua keluarga) terutama bagi mempelai laki-laki dan perempuan agar tercipta rumah tangga yang misaqan galidhan. Namun tak lupa, mengingat pernikahan adalah hal yang sakral dan tidak patut untuk di permainkan. Karena itu bagi pembaca sekalian yang ingin melangsungkan pernikhan, sebaiknya dipikirkan baik-baik apa tujuan dari pernikahan itu sendiri.