Selasa, 21 Maret 2023

Rukun dan Syarat Pernikahan

Oleh : Ratih Faradila


(Sumber: https://pin.it/1kMX8o5)

Untuk memulai sebuah hubungan yang sah dimata agama dan hukum, maka pernikahan adalah jalannya. Dimana hal ini dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan mengucap ijab dan qabul sebagai bentuk dalam menaati perintah Allah. Pernyataan ini sesuai dengan isi dari Kompilasi Hukum Islam atau KHI pasal 2 tentang pengertian pernikahan : 

"Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan ghalidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah"

A. Rukun Pernikahann

Pernikahan dapat dikatakan sah apabila di lakukan rukun dan syarat pernikahan yang sudah sesuai dengan syariat agama Islam. Beberapa ulama Mazhab memiliki pendapatnya sendiri mengenai rukun pernikahan yakni :

1. Mazhab Hanafiyah

Mengatakan bahwa rukun pernikahan yang harus dilaksanakan adalah Ijab Qabul, sedangkan apabila dalam pelaksanaan akad itu tidak terdapaat wali maka hukum pernikahannya tetap sah. 

2. Mazhab Malikiyah

Meng-kategorikan rukun pernikahan itu ada lima diantaranya : 1.) Ijab Qabul, 2.) Calon Suami, 3.) Calon Istri, 4.) Wali, menurut mazhab Malikiyah pernikahn tidak akan sah tanpa wali dan diwajibkan adanya wali terutama bagi mereka yang bangsawan, 5.) Mahar. 

Menurut Mazhab Malikiyah diwajibkan pula adanya pengumuman pernikhan itu dan apabila tidak diumumkan maka hukumnya adalah haram.

3. Mazhab Syafi'iyah

Dalam mazhab ini Rukun pernikahan ada lima yaitu : 1) Ijab Qabul, 2) Calon Suami, 3) Calon Istri, 4) Dua orang saksi, 5) Wali, menurut mazhab ini setiap pernikahan dilakukan oleh wali. 

Bagi Mazhab ini mahar adalah syarat bukan rukun pernikahan. 

B. Syarat sahnya pernikahan

Mazhab Hanbali mengatakan bahwa suatu pernikahan memiliki empat syarat yang terdiri dari : 

1.) Adanya calon suami dan calon istri

Ada beberapa syarat untuk dapat dikatakan sebagai calon suami dan calon istri yaitu: Adanya identitas yang jelas, Islam, Setuju untuk menikah, Tidak ada laranggan untuk menikah, dan yang terakhir adalah cukupnya usia untuk menikah. Undang-undang yang ada juga mengatakan demikian; 

Undang-Undang Perkawinan Pasal 6 Ayat 2

(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

2.) Kemauan sendiri 

Artinya tidak ada unsur paksaan sama sekali terhadap mempelai, baik dari dalam (hatinya) maupun dari luar (dipaksa orang lain). Apabila diketahui bahwa calon mempelai sedang menangis dan terlihat terpaksa maka ada baiknya di tanyai terlebih dahulu, sudah ada persetujuan dari yang bersangkutan atau belum. Pernyataan ini di beraada pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 16 ayat 1 dan 2 

3.) Wali

Ini berarti bahwa suatu pernikahan tanpa adanya wali tidaklah sah. Dikatakan dalam hadits adalah sebagai berikut:

مْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِل

"Perempuan mana saja yang mennikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal." (HR Ahmad, Abu Daud)

 4.) Saksi

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ

"Tidak sah pernikahan kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi." (HR At-Thabrani) 

Apabila semua Rukun dan Syarat dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ada halangan apapun, maka dapat dikatakan pula bahwa pernikahannya adalah sah. Dan akan lebih baik pula jika pernikahan itu dapat bermanfaat bagi semua orang (kerukunan dan kedamaian kedua keluarga) terutama bagi mempelai laki-laki dan perempuan agar tercipta rumah tangga yang misaqan galidhan. Namun tak lupa, mengingat pernikahan adalah hal yang sakral dan tidak patut untuk di permainkan. Karena itu bagi pembaca sekalian yang ingin melangsungkan pernikhan, sebaiknya dipikirkan baik-baik apa tujuan dari pernikahan itu sendiri.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar