Refleksi (Rabu, 21 Februari 2024)
Oleh : Ratih Faradila
Minggu lalu tepat saat pembelajaran Sosiologi Hukum saya merasa bahwa pengetahuan sedang mendorong, mulanya sedikit demi sedikit menjadi lebih dalam. Menyelami sebuah lautan ilmu yang kiranya tidak pernah terpikir akan asing, namun ternyata dugaan itu malah menginvasi pikiran bahwa sosiologi yang pernah saya pelajari di SMA akan menjadi seluas ini. Saya berasumsi kalaupun sosiologi hanyalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan sosial manusia saja, namun nyatanya sosiologi adalah kunci untuk mempelajari ilmu lain seperti hukum. Karena itu dosen Sosiologi hukum saya yaitu bapak Ngainun Naim mengatakan kurang lebih seperti ini, bahwa "Sosiologi adalah akar yang menjembatani hukum, sebuah sosiologi hukum bertumpu pada sosiologi itu sendiri." Sungguh, sebenarnya dari mana datangnya teori tentang kehidupan sosial manusia saat para filsuf mengkajinya, apakah mereka akan mencari insiprasi sambil meminum kopi? atau malah berjalan-jalan hingga lupa arah pulang? Jujur hal ini justru bisa membuat saya menemukan arti dari "ketidaktahuan" yang sebenarnya. Kita tidak mengetahui bahwa ilmu itu seperti kubah yang sangat tinggi, bahkan hampir saja membuat kita terperanga melihat seisi dunia yang luas dan kita hanyalah sebutir pasir kala tahu bahwa ilmu pengetahuan adalah berkah yang amat besar dari Tuhan.
Lantas menurut saya sebagai seorang mahasiswa hal-hal inilah yang disebut dengan metamorfosa manusia sebagai seorang makhluk, kamu akan tahu jika mencari tahu dan jika kamu sudah tahu, kamu akan semakin ingin tahu.
Bapak Ngainun Naim juga mengenalkan kami pada dua orang pemikir klasik yang mungkin cukup terkenal salah satunya Emile Durkheim. Saya hanya mengetahui nama ini saat belajar ilmu negara di semester satu, kini sudah saatnya saya mengetahui bahwa beliau lebih banyak memiliki pemikiran tentang hidup yang perlu dibagi untuk seluruh manusia dimuka bumi. Pendapatnya tentang solidaritas sosial sudah berhasil membuat saya yakin tidak ada yang bisa mengalahkan rasa persatuan jika kita sudah pernah merasakan sakit yang sama. Seperti itulah metaforanya, begitupun dengan solidaritas sosial menurut Durkheim yang timbul akibat keterikatan emosional dikarenakan memiliki agama atau daerah yang sama. Bayangkan saja jika tidak ada satupun perasaan sama yang kita semua rasakan, layaknya pasangan tentu hubungan tidak akan terjalin bukan? maka dari itu menurut beliau, hukum yang baru harus sudah ditegakkan. Sama halnya ketika seseorang memberikan contoh yang baik maka yang lain akan mengikuti pula. Suatu hal baru jika diiringi dengan kebaikan maka hal baru lainnya secara tidak langsung akan baik pula.
Selanjutnya adalah tokoh bernama Max Weber. Ketika bapak Ngainun Naim menjelaskan tentang pemikiran Weber, saya putuskan untuk keluar setelah berada di zona nyaman yang saya buat sendiri, apakah saya akan terus memalingkan wajah seakan-akan melihat salah satu tokoh mitologi Yunani, si kepala ular Medusa? maka dengan jelas akan saya perhatikan dengan seksama karena ini menarik. Menurut weber, ada tiga huruf yang bisa mengubah kehidupan, yaitu "I, D, dan E". mungkin yang terbesit dipikiran saya si "IDE" ini adalah gambaran imajinatif seperti bagaimana pikiran bekerja mengolah khayalan yang tak kunjung jadi nyata. Dan ternyata maksud dari ide dapat mengubah kehidupan yakni adalah segala sesuatu yang menjadi awal perkembangan teknologi setelahnya seperti penemuan lampu, jika saja Thomas Alva Edison tidak terinspirasi dari peneliti sebelumnya akankah kita dapat menikmati terangnya malam tanpa menunggu pagi? Nah dari itulah semua hal yang berasal dari manusia saat ini bermula dari sebuah ide yang membangun. Kaitannya sendiri dengan hukum jelas saja berangkat dari ide yang bertujuan untuk mendamaikan konflik antar individu yang berbeda kepentingan, dimana hukum tersebut disertai dengan sanksi-sanksinya.
Saya berpendapat bahwa ide adalah perubahan, bisa membuat kita berpikir jauh menjelajahi tempat yang belum pernah kita kunjungi. Meski dikatakan bahwa terjadi kesenjangan antara idealitas dan realitas dalam sebuah ide, saya rasa hal ini sudah cukup membuat saya yakin bagaimana peran ide bagi perubahan, dan ini adalah penentu akan seperti apa kehidupan kita dimasa mendatang. Sepertinya ilmu ini tidak akan saya lupakan apalagi setelah saya membuat tulisan ini, yang tiba-tiba saja berangkat dari sebuah kata "tugas." Saya memang bukan anak senja yang apa-apa serba puitis dan bersajak. Namun semoga saja tulisan saya dapat memberi kalian inspirasi tentang bagaimana pembelajaran Sosiologi Hukum dapat membuat saya berpikir lebih jauh tentang kehidupan sosial yang selama ini sedikit saya tinggalkan.
Terima kasih sudah membaca !!
Bagussssss👍👍👍👍👍
BalasHapusSemangat
BalasHapusmakasih mbak
Hapus